Politik sistem tanam paksa atau disebut dengan istilah cultuurstelsel merupakan salah satu hasil kebijakan politik konservatif yang di terapkan oleh Pemerintah Hindiya Belanda terhadap bangsa Indonesia. Sistem tanam paksa ini berlaku selama 40 tahun semenjak tahun 1830 s/d 1870.
DAFTAR ISI
Latar Belakang Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel)
Van den Bosch, Tanam Paksa 1830 |
Sistem Tanam Paksa yang diberlakukan oleh Belanda ini bertujuan untuk memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dari Indonesia dengan waktu yang relatif sangat singkat. Oleh karena itu pemerintah kolonial memeras tenaga rakyak dengan paksa untuk menanam komoditi ekspor yang mereka tentukan. Hasilnya mereka dapat menjual hasil panen para petani ke pasar dunia dan memperbaiki keadaan ekonomi Belanda yang sedang lesu.
Pokok-pokok Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel)
- Rakyat dituntut untuk menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman komediti ekspor.
- Tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
- Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian harus bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun sebagai pengganti.
- Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
- Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
- Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
- Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa atau penguasa pribumi
Gerakan Penentangan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel)
Tokoh Penentang Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel)
- Baron van Hoevell
- E.F.E. Douwes Dekker
- Fransen van der Putte